Friday, September 14, 2018

Mengenal Kitosan

Hasil gambar untuk kitosan

Kitosan merupakan senyawa polimer dari 2-amino-dioksi-β-D-Glukosa yang dapat dihasilkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat (Peniston dan Johnson, 1980). Secara umum, kitin dengan derajat deasetilasi di atas 70% disebut dengan kitosan (Lie et al., 1997). Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang. Dalam industri pangan, kitin dan kitosan bermanfaat sebagai pengawet dan penstabil warna produk. Secara kimia kitin adalah molekul besar (polimer).
Saat ini kitosan mempunyai banyak sekali kegunaan, antara lain dalam bidang kesehatan, pengolahan air, membran, hydrogel, perekat, antioksidan, dan pengemas makanan. Kitosan tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut asam organic di bawah pH 6 antara lain asam formiat, asam asetat, dan asam laktat. Kelarutan kitosan dalam pelarut asam anorganik sangat terbatas, antara lain sedikit larut dalam larutan HCl 1% tetapi tidak larut dalam asam sulfat dan asam phospat (Nadarajah, 2005). Struktur kimia kitin dan kitosan dapat dilihat pada gambar 1 (Hargano dkk., 2008).

(Gambar 1. Kitin dan Kitosan)
Menurut Sahidi et al (1999), Kitosan adalah suatupolisakarida berbentuk linier yang terdiri dari monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin (GlcN). Bentukan derivatif deasetilasi dari polimer ini adalah kitin. Kitin adalah jenis polisakarida terbanyak ke dua di bumi setelah selulosa dan dapat ditemukan pada eksoskeleton invertebrata dan beberapa fungi pada dinding selnya. Kitosan memiliki bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang banyak bagi panganagrikultur, dan medis. Namun, untuk melarutkan kitosan ini cukup sulit karena kitosan dapat larutapabila dilarutkan pada asam dan viskositas yang tinggi.
Proses deasetilasi kitin dapat dilakukan dengan cara kimiawi atau enzimatik. Ternyata penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan kelarutannya, sehingga kitosan lebih banyak digunakan daripada kitin, antara lain di industri kertas, pangan, farmasi, fotografi, kosmetika. Selain itu kitosan juga bersifat nontoksik,  biokompatibel, dan biodegradabel sehingga aman digunakan. Perkembangan penggunaan kitosan meningkat pada tahun 1940-an terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus seperti farmasi, kesehatan, bidang industri antara lain industri membran, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri perkayuan, polimer, dan industri kertas (Sugita, P. 2009).

B.     Pemanfaatan Kitosan
Salah satu pemanfaatan dari kitosan baru dapat dilihat setelah dipecah dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu : oligomerkitosan. Proses pemecahan kitosan dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti radiasi suara dan hidrolisis secara kimiawi. Namun, yield dari hasil pemotongan tersebut sangat rendah apabila menggunakan metode di atas karena pemotongan bersifar acak sehingga hasil bentukan oligomernya jadi tidak seragam. Oleh karena itu, metode yang lebih sering digunakan adalah metode enzimatik karena enzim bekerja secara spesifik dan tentunya hasil pemotongannya juga akan seragam (Cheng and Li., 2000). Contoh enzim yang sering digunakan adalah kitosanase dan beberapa selulase yang diisolasi dari fungi (Barret et al., 2003).
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air dan lemak. Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal (Areef, 2015).

C.    Metode Pembuatan Kitosan
Metode pembuatan kitosan terdiri dari tiga langkah utama, yaitu deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan pemanasan yang cukup. Proses demineralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kadar mineral (CaCO3) dengan menggunakan asam konsentrasi rendah untuk mendapatkan chitin, sedangkan proses deasetilasi bertujuan menghilangkan gugus asetil dari chitin melalui pemanasan dalam larutan alkali kuat dengan konsentrasi tinggi (Yunizal (2001). Proses deasetilasi dengan menggunakan alkali pada suhu tinggi akan menyebabkan terlepasnya gugus asetil (CH3CHO-) dari molekul chitin. Gugus amida pada kitin akan berikatan dengan gugus hidrogen yang bermuatan positif sehingga membentuk gugus amina bebas –NH2 (Mekawati dkk., 2000). Dengan adanya gugus ini chitosan dapat mengadsorpsi ion logam dengan membentuk senyawa kompleks (khelat). Tahap dekolorisasi dapat ditambahkan agar kitosan yang dihasilkan mempunyai warna yang lebih putih.
Kitosan juga memiliki kaitan nanopartikel. Kitosan nanopartikel adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran 100-400 nm. Sekarang ini, kebanyakan dari metode untuk menyiapkan kitosan nanopartikel melibatkan reaksi ikatan silang. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah untuk memperoleh larutan kitosan untuk mendepositkan kitosan dengan larutan bersifat alkali dan dibilas dengan air suling sampai netral kemudian ditempatkan dalam bejana ultrasonik untuk membentuk partikel halus, sehingga diperoleh kitosan nanopartikel. Kitosan nanopartikel stabil dilarutkan mengandung air dan untuk menganalisanya dengan menggunakan FTIR dan FESEM. Ukuran partikel kitosan yang berskala nanometer akan meningkatkan luas permukaan sampai ratusan kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran mikrometer. Hal ini akan meningkatkan efisiensi proses fisika-kimia pada permukaan kitosan tersebut, karena memungkinkan interaksi pada permukaan yang lebih besarKitosan nanopartikel dapat dibuat dengan beberapa metode meliputi crosslink dengan: ion-ion TPP (Mi et al., 1999a; Mi et al., 1999b; Bhumkar dan Pokharkar, 2006; Jayakumar et al., 2006), ethylene glycol diglycidyl ether,carboxymethyl dan glutaraldehyde (Sun et al., 2006),epiclorohydrin (Goncalves et al., 2005) dan glutaraldehyde(Goncalves et al., 2005; Adriano et al., 2005).

D.    Keuntungan Kitosan
Keuntungan dari khitosan antara lain karena ketersediaannya, biaya yang tidak mahal, biokompatibilitas yang tidak tinggi, biodegrabilitas yang baik, dan modifikasi kimia yang cukup mudah. Sifat biokompatibilitas yang dimilki khitosan disebabkan karena strukturnya yang mirip dengan glukosamin pada matriks ekstra selular. Chitosan memiliki muatan ion positif, dimana kemampuan ini memiliki kemampuan untuk berlekatan dengan muatan negative dari lemak, lipid, kolesterol, ion logam, proterin, danmacromolecules.
Kitosan sendiri tidak mengandung kalori. Ketika diminum, chitosan melekatkan diri pada usus, dan mengikat lemak yang lewat di dalam usus sebelum diserap oleh darah dan akan dibuang melalui saluran pencernaan. Dengan kata lain, chitosan mampu mengurangi penyerapan lemak, selain itu olahan chitosan juga dapat dikembangkan untuk biomedis, chitosan digunakan pada pembalut luka untuk pembekuan darah yang memiliki sifat antibakteri dan mikroba. Maka tidak mengherankan jika sekarang banyak produk chitosan yang digunakan untuk kesehatan (Hardjito, 2009).
Karena chitosan terbuat dari ekstrak kulit udang atau sejenisnya dan  memiliki kemampuan sebagai suplemen pembakar lemak (fat burner) sehingga sangat baik untuk dikonsumsi setelah makan agar pengkonsumsi chitosan ini terhindar dari obesitas disebabkan banyaknya tumpukan lemak. Selain itu, bubuk chitosan juga mempunyai kemapuan koagulasi, misalnya apabila apabila bubuk tersebut dimasukan kedalam gelas berisi air dan minyak sawit, maka minyak tersebut akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan. Disamping kemampuan tersebut, chitosan juga berfungsi sebagai antimikroba.
Dari keunggulan-keunggulan  chitosan tersebut maka perkembangan dari produk olahan chitosan perlu untuk terus dilakukann, sehingga menjadi produk yang lebih mudah digunakan dan memiliki manfaat yang lebih bagi manusia, khususnya dalam bidang kesehatan, misalnya sebagai bahan suplemen bagi manusia, karena bahan suplemen makanan saat ini banyak yang membahayakan bagi tubuh manusia karena zat kimia yang terkandung dalam obat-obatan suplemen tersebut terus akan terendap dalam tubuh manusia sehingga akan berdampak pada kestabilan fungsi organ tubuh yang terganggu dan berimplikasi pada lemahnya daya tahan tubuh karena kondisi ketidakseimbangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Adriano, W. S., E. H. C.Filho, J. A. Silva, R. L. C. Giordano, dan L. R. B.Goncalves, 2005, Stabilization of Penicillin G Acylase By Immobilization On Glutaldehyde-Activated Chitosan, Braz. J. Chem. Eng. 22 (4):529- 538.
Areef. 2015. Manfaat Chitosan.https://dokumen.tips/documents/manfaat-chitosan.html.[diakses pada 48 Desember 2017. Pukul 11.16 WIB].
Barrett AJ, Rawlings ND, Woessner JF. 2003. The Handbook of Proteolytic Enzymes. Ed ke-2. New York: Academic Press. Hal. 56-61.
Bhumkar, D. R. dan V. B.Pokharkar, 2006, Studies on Effect of pH on Cross-Linking of Chitosan With Sodium Tripolyphosphate: a technical note, AAPS PharmSciTech. 7 (2): Article 50.
Cheng CY and  Li YK. 2000. An Aspergillus chitosanase with potential for large scale preparation of chitosan oligosaccharides.Biotechnol Appl Biochem. 32:197-203.
Hargano, A. dan Sumantri I. 2008. Pembuatan Kitosn dari Limbah Cangkang Idag Seta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing. Reaktor. 12(1): 53-57.
Goncalves, V. L., M. C. M. Laranjeira, V. T Favere, dan R. C. Pedrosa, 2005, Effect of Crosslinking Agents on Chitosan Microspheres in Controlled Release of Diclofenac Sodium, Polimeros: Ciênc. Tecnol., 15, 6-12.
Jayakumar, R., R. L. Reis, dan J. F. Mano, 2006, Phosphorous Containing Chitosan Beads for Controlled Oral Drug Delivery.J. Bioact. Compat. Polym.21, 327.
Li, J., Revol, J. F and Marchessault, R. H. 1997. Effect Of Degree of Deacetylation of Chitin on The Properties of Chitin Crystallies. J. Appl. Plym. Science. 65(2):373-380.
Mekawati, E. Fachriyah dan D. Sumardjo.2000, “Aplikasi Chitosan Hasil tranformasi Chitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal”. Jurnal Sains and Matematika, FMIPA Undip, Semarang, Vol. 8 (2), hal. 51-54.
Mi, F.L., S. S. Shyu, C.Y. Kuan, S.T. Lee, K.T. Lu, dan S.F. Jang, 1999a, Chitosan–Polyelectrolyte Complexation For The Preparation of Gel Beads and Controlled Release of Anticancer Drug. I. Effect of Phosphorous Polyelectrolyte Complex and Enzymatic Hydrolysis of Polymer, J. Appl. Polym. Sci. 74: 1868–1879.
Mi, F.L., S.S. Shyu, S.T. Lee, dan T.B. Wong, 1999b. Kinetic Study of Chitosan-Tripolyphosphate Complex Reaction and Acid-Resistive Properties of The Chitosan-Tripolyphosphate Gel Beads Prepared by In-Liquid Curing Method. J. Polym. Sci:Polym. Phys. 37. 1551-1564.
Nadarajah, K., 2005. Development and Characterization of Antimicribial Edible Film from Crawfish Chitosan, Dessetation in Departement of Food Science. Universitas of Paradeniya.
Peniston, Q. P. and Johnsonm, E. 1980. Process for The Manufacture of Chitosan. Us Patent. 4. 195-175.
Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press.
Shahidi F, Arachchi J, Jeon YJ. 1999. Food applications of chitin and chitosans. Trends Food Sci Technol 10:37-51.
Yunizal. 2001. “Ekstraksi Chitosan dari Kepala Udang Putih (Penaeus merguensis)”. J. Agric. 21 (3), hal 113-117.
Sun, S., L. Wang, dan A. Wang, 2006, Adsorption Properties of Crosslinked Carboxymethyl-Chitosan Resin With Pb(II) as Template Ions, J. Hazard. Mater. B, 36, 930–937.

sumber

No comments:

Post a Comment