Monday, 02 July 2018 07:40 | Written by Dr. Riza Arief Putranto, D.E.A |
sumber
sumber
Pada abad ke-21, pendekatan interdisipliner diperlukan dalam program pemuliaan tanaman untuk mengidentifikasi tantangan pemuliaan dan meningkatkan produksi tanaman. Kedua bidang ilmu yang saling melengkapi tersebut adalah genomika dan bioinformatika. Keduanya telah terbukti mampu menjadi solusi dari percepatan program pemuliaan tanaman di Amerika Serikat dan Eropa. Pengunaan tools bionformatika yang tepat untuk analisis hilir sekuen genomika merupakan kunci keberhasilan dalam program pemuliaan tanaman berbasis marka molekuler (MAS). Analisis tersebut dapat disebut sebagai “produk” atau “paket teknologi” dari riset bioinformatika di ranah pemuliaan tanaman.
Seberapa pentingkah riset bioinformatika pada tanaman? Tanaman adalah dasar kehidupan di muka bumi. Tanaman menghasilkan oksigen yang mendukung kehidupan banyak makhluk hidup lainnya. Mereka sangat penting untuk keberlanjutan nutrisi dan kesehatan kita. Selama berabad-abad lamanya, manusia telah memilih varietas tanaman yang paling sesuai dengan tujuan mereka. Dalam bidang pertanian, manusia mengembangbiakkan secara kuantitas dan kualitas tanaman terpilih yang memiliki banyak keunggulan dibanding tanaman liar. Akan tetapi, sifat multifaktorial tanaman yang berperan dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tanaman telah terbukti tidak mudah untuk dikembangkan, terutama jika yang diharapkan adalah kombinasi dari keduanya. Saat ini, revolusi dari ilmu hayati yang ditandai dengan munculnya genomika tanaman telah mengubah skala dan ruang lingkup dari riset eksperimental serta aplikasi pada program pemuliaan tanaman [1]. Kekuatan resolusi tinggi dari genomika tanaman memungkinkan untuk mencapai pemahaman genetika yang lebih luas dan terperinci tentang kinerja tanaman pada beberapa tingkatan di dalam sel. Proses biologis kompleks yang membentuk mekanisme resistensi terhadap patogen? Proses metabolisme rumit yang mendorong produktivitas tanaman lebih tinggi? Kedua hal tersebut kini dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah menggunakan analisis fungsional sistematis pada tanaman.
Sebagaimana kita ketahui, pemuliaan tanaman telah lama bergantung pada siklus seleksi fenotipe dan persilangan pada tingkat spesies dan varietas, yang menghasilkan genotipe superior melalui rekombinasi genetika. Ketika data genom tersedia, semua gen dan varian genetika yang berkontribusi pada sifat-sifat agronomi dapat diidentifikasi sehingga perubahan dapat dilakukan selama proses pemuliaan hingga pada tingkat genotipe [1]. Ketersediaan data genom tersebut ini mempermudah pada peneliti dan pemulia untuk melakukan pemetaan kuantitatif sifat lokus (QTL) dan studi asosiasi secara genomika (GWAS), dimana sekuensing genom pada populasi tanaman memungkinkan identifikasi variasi agronomi pada tingkat gen. Sebagai contoh, kemajuan dalam pemuliaan tanaman berbasis genomika memungkinkan identifikasi variasi genetika yang digunakan untuk menghasilkan tanaman tahan perubahan iklim [2, 3]. Pendekatan yang berbeda seleksi genomika (GS) memanfaatkan varian genetika untuk menghindari kebutuhan analisis fenotip dalam siklus pemuliaan.
Pada era bioinformatika seperti sekarang ini, analisis fungsional sistematis genomika tanaman disusun dan dilakukan menggunakan perangkat lunak khusus yang memanfaatkan basis data tanaman yang tersedia baik secara akses publik maupun akses terbatas. Analisis ini merupakan fungsi utama ilmu bioinformatika di bidang pemuliaan tanaman. Pada tahun 2017, Gerakan Inisiatif Sekuensing Genom Tanaman atau dikenal sebagai Genome Initiatives telah dilakukan pada lebih dari 225 spesies tanaman. Jumlah tersebut masih terus bertambah. Dari sudut pandang ekonomi, beberapa spesies dinyatakan sebagai tanaman pakan utama seperti jagung, padi, gandum, sorgum, dan kedelai [4]. Pada bidang perkebunan, tanaman utama dimana genomnya telah disekuensing adalah kelapa sawit, karet, tebu, kopi, dan kakao. Beberapa genom dari tanaman tersebut begitu besar, seperti pada tanaman kelapa sawit, karet dan tebu yang disebabkan oleh proses autoploidisasi dan duplikasi gen di dalam genom.
Langkah-langkah analisis bioinformatika yang sangat penting dalam fungsional sistematis genomika tanaman dibagi dalam dua tahap yaitu analisis hulu (upstream) dan hilir (downstream). Perakitan (assembly) dan pensejajaran urutan sekuen (sequence alignment) termasuk ke dalam analisis hulu [5]. Meskipun ketiga langkah tersebut sudah sangat umum, algoritma yang diperlukan untuk melakukan analisis bioinformatika sebuah sekuen genomika tidaklah sepele. Pada beberapa spesies tanaman yang berbeda, pendekatan komputasi yang unik perlu dilakukan untuk menghindari bias data yang terlalu lebar [6, 7]. Pada sekuensing generasi ketiga (NGS), berbagai tools telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan pensejajaran baik pada sekuen genomika dengan reads yang pendek dan yang panjang. Tujuan pengembangan berbagai tools tersebut adalah untuk mengurangi sekecil mungkin bias hasil assembly. Setelah sekuen-sekuen tersebut melewati perakitan dan pensejajaran, analisis hilir seperti genomika komparatif dari berbagai spesies tanaman, identifikasi varian sekuen (variant calling), dan studi asosiasi secara genomika (GWAS) memberikan informasi yang komprehensif untuk pemuliaan tanaman [8]. Analisis hilir ini dapat disebut sebagai “produk” atau “paket teknologi” dari riset bioinformatika di ranah pemuliaan tanaman.
Pengunaan tools bionformatika yang tepat untuk analisis hilir sekuen genomika merupakan kunci keberhasilan dalam program pemuliaan tanaman berbasis marka molekuler (MAS). Adaptasi basis data tanaman yang tersedia seperti GrainGenes, Gramene, serta pengembangan basis data baru seperti the Wheat Information System (WheatIS) dapat membantu penyimpanan tsunami data dan membuatnya lebih tertata agar mudah diakses oleh para pemulia tanaman [1]. Di sisi lain, akses yang jauh lebih friendly user telah banyak diberikan oleh para pengembang basis data bioinformatika seperti PLAZA. PLAZA adalah basis data untuk komparatif genomika tanaman yang disediakan secara daring (online) sebagai penambangan data (data mining) pada kingdom tanaman (Viridiplantae) [9].
Pada abad ke-21, pendekatan interdisipliner diperlukan dalam program pemuliaan tanaman untuk mengidentifikasi tantangan pemuliaan dan meningkatkan produksi tanaman [10]. Kedua bidang ilmu yang saling melengkapi tersebut adalah genomika dan bioinformatika. Keduanya telah terbukti mampu menjadi solusi dari percepatan program pemuliaan tanaman di Amerika Serikat dan Eropa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa riset bioinformatika tidak lagi dapat dipandang sebelah mata. Pada masa modern ini, bioinformatika bukan lagi sebagai “alat bantu” namun telah menjadi bagian integral dari riset biologi molekuler. Terlebih, tsunami data tidak hanya terjadi pada tingkat genotipik namun juga pada tingkat fenotipik. Mengintegrasikan data fenotipik dan genotipik yang dijembatani oleh tools bioinformatika merupakan tantangan riset untuk lima tahun ke depan dalam rangka lebih mempercepat lagi program pemuliaan tanaman.
Referensi
1. Hu H, Scheben A, Edwards D. Advances in Integrating Genomics and Bioinformatics in the Plant Breeding Pipeline. Agriculture. 2018;8(6):75.
2. Mousavi-Derazmahalleh M, Bayer Philipp E, Hane James K, Valliyodan B, Nguyen Henry T, Nelson Matthew N, et al. Adapting legume crops to climate change using genomic approaches. Plant, Cell & Environment. 2018;0(0).
3. Dwivedi SL, Scheben A, Edwards D, Spillane C, Ortiz R. Assessing and Exploiting Functional Diversity in Germplasm Pools to Enhance Abiotic Stress Adaptation and Yield in Cereals and Food Legumes. Frontiers in Plant Science. 2017;8(1461).
4. Bolger ME, Weisshaar B, Scholz U, Stein N, Usadel B, Mayer KFX. Plant genome sequencing — applications for crop improvement. Current Opinion in Biotechnology. 2014;26(0):31-7.
5. Moore JH, Asselbergs FW, Williams SM. Bioinformatics challenges for genome-wide association studies. Bioinformatics. 2010;26(4):445-55.
6. Lawrence M, Huber W, Pagès H, Aboyoun P, Carlson M, Gentleman R, et al. Software for Computing and Annotating Genomic Ranges. PLOS Computational Biology. 2013;9(8):e1003118.
7. Pabinger S, Dander A, Fischer M, Snajder R, Sperk M, Efremova M, et al. A survey of tools for variant analysis of next-generation genome sequencing data. Brief Bioinform. 2014;15(2):256-78.
8. Ong Q, Nguyen P, Thao NP, Le L. Bioinformatics Approach in Plant Genomic Research. Current Genomics. 2016;17(4):368-78.
9. Van Bel M, Diels T, Vancaester E, Kreft L, Botzki A, Van de Peer Y, et al. PLAZA 4.0: an integrative resource for functional, evolutionary and comparative plant genomics. Nucleic Acids Research. 2018;46(D1):D1190-D6.
10. Moose SP, Mumm RH. Molecular Plant Breeding as the Foundation for 21st Century Crop Improvement. Plant Physiology. 2008;147(3):969-77.
Seberapa pentingkah riset bioinformatika pada tanaman? Tanaman adalah dasar kehidupan di muka bumi. Tanaman menghasilkan oksigen yang mendukung kehidupan banyak makhluk hidup lainnya. Mereka sangat penting untuk keberlanjutan nutrisi dan kesehatan kita. Selama berabad-abad lamanya, manusia telah memilih varietas tanaman yang paling sesuai dengan tujuan mereka. Dalam bidang pertanian, manusia mengembangbiakkan secara kuantitas dan kualitas tanaman terpilih yang memiliki banyak keunggulan dibanding tanaman liar. Akan tetapi, sifat multifaktorial tanaman yang berperan dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tanaman telah terbukti tidak mudah untuk dikembangkan, terutama jika yang diharapkan adalah kombinasi dari keduanya. Saat ini, revolusi dari ilmu hayati yang ditandai dengan munculnya genomika tanaman telah mengubah skala dan ruang lingkup dari riset eksperimental serta aplikasi pada program pemuliaan tanaman [1]. Kekuatan resolusi tinggi dari genomika tanaman memungkinkan untuk mencapai pemahaman genetika yang lebih luas dan terperinci tentang kinerja tanaman pada beberapa tingkatan di dalam sel. Proses biologis kompleks yang membentuk mekanisme resistensi terhadap patogen? Proses metabolisme rumit yang mendorong produktivitas tanaman lebih tinggi? Kedua hal tersebut kini dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah menggunakan analisis fungsional sistematis pada tanaman.
Sebagaimana kita ketahui, pemuliaan tanaman telah lama bergantung pada siklus seleksi fenotipe dan persilangan pada tingkat spesies dan varietas, yang menghasilkan genotipe superior melalui rekombinasi genetika. Ketika data genom tersedia, semua gen dan varian genetika yang berkontribusi pada sifat-sifat agronomi dapat diidentifikasi sehingga perubahan dapat dilakukan selama proses pemuliaan hingga pada tingkat genotipe [1]. Ketersediaan data genom tersebut ini mempermudah pada peneliti dan pemulia untuk melakukan pemetaan kuantitatif sifat lokus (QTL) dan studi asosiasi secara genomika (GWAS), dimana sekuensing genom pada populasi tanaman memungkinkan identifikasi variasi agronomi pada tingkat gen. Sebagai contoh, kemajuan dalam pemuliaan tanaman berbasis genomika memungkinkan identifikasi variasi genetika yang digunakan untuk menghasilkan tanaman tahan perubahan iklim [2, 3]. Pendekatan yang berbeda seleksi genomika (GS) memanfaatkan varian genetika untuk menghindari kebutuhan analisis fenotip dalam siklus pemuliaan.
Pada era bioinformatika seperti sekarang ini, analisis fungsional sistematis genomika tanaman disusun dan dilakukan menggunakan perangkat lunak khusus yang memanfaatkan basis data tanaman yang tersedia baik secara akses publik maupun akses terbatas. Analisis ini merupakan fungsi utama ilmu bioinformatika di bidang pemuliaan tanaman. Pada tahun 2017, Gerakan Inisiatif Sekuensing Genom Tanaman atau dikenal sebagai Genome Initiatives telah dilakukan pada lebih dari 225 spesies tanaman. Jumlah tersebut masih terus bertambah. Dari sudut pandang ekonomi, beberapa spesies dinyatakan sebagai tanaman pakan utama seperti jagung, padi, gandum, sorgum, dan kedelai [4]. Pada bidang perkebunan, tanaman utama dimana genomnya telah disekuensing adalah kelapa sawit, karet, tebu, kopi, dan kakao. Beberapa genom dari tanaman tersebut begitu besar, seperti pada tanaman kelapa sawit, karet dan tebu yang disebabkan oleh proses autoploidisasi dan duplikasi gen di dalam genom.
Langkah-langkah analisis bioinformatika yang sangat penting dalam fungsional sistematis genomika tanaman dibagi dalam dua tahap yaitu analisis hulu (upstream) dan hilir (downstream). Perakitan (assembly) dan pensejajaran urutan sekuen (sequence alignment) termasuk ke dalam analisis hulu [5]. Meskipun ketiga langkah tersebut sudah sangat umum, algoritma yang diperlukan untuk melakukan analisis bioinformatika sebuah sekuen genomika tidaklah sepele. Pada beberapa spesies tanaman yang berbeda, pendekatan komputasi yang unik perlu dilakukan untuk menghindari bias data yang terlalu lebar [6, 7]. Pada sekuensing generasi ketiga (NGS), berbagai tools telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan pensejajaran baik pada sekuen genomika dengan reads yang pendek dan yang panjang. Tujuan pengembangan berbagai tools tersebut adalah untuk mengurangi sekecil mungkin bias hasil assembly. Setelah sekuen-sekuen tersebut melewati perakitan dan pensejajaran, analisis hilir seperti genomika komparatif dari berbagai spesies tanaman, identifikasi varian sekuen (variant calling), dan studi asosiasi secara genomika (GWAS) memberikan informasi yang komprehensif untuk pemuliaan tanaman [8]. Analisis hilir ini dapat disebut sebagai “produk” atau “paket teknologi” dari riset bioinformatika di ranah pemuliaan tanaman.
Pengunaan tools bionformatika yang tepat untuk analisis hilir sekuen genomika merupakan kunci keberhasilan dalam program pemuliaan tanaman berbasis marka molekuler (MAS). Adaptasi basis data tanaman yang tersedia seperti GrainGenes, Gramene, serta pengembangan basis data baru seperti the Wheat Information System (WheatIS) dapat membantu penyimpanan tsunami data dan membuatnya lebih tertata agar mudah diakses oleh para pemulia tanaman [1]. Di sisi lain, akses yang jauh lebih friendly user telah banyak diberikan oleh para pengembang basis data bioinformatika seperti PLAZA. PLAZA adalah basis data untuk komparatif genomika tanaman yang disediakan secara daring (online) sebagai penambangan data (data mining) pada kingdom tanaman (Viridiplantae) [9].
Pada abad ke-21, pendekatan interdisipliner diperlukan dalam program pemuliaan tanaman untuk mengidentifikasi tantangan pemuliaan dan meningkatkan produksi tanaman [10]. Kedua bidang ilmu yang saling melengkapi tersebut adalah genomika dan bioinformatika. Keduanya telah terbukti mampu menjadi solusi dari percepatan program pemuliaan tanaman di Amerika Serikat dan Eropa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa riset bioinformatika tidak lagi dapat dipandang sebelah mata. Pada masa modern ini, bioinformatika bukan lagi sebagai “alat bantu” namun telah menjadi bagian integral dari riset biologi molekuler. Terlebih, tsunami data tidak hanya terjadi pada tingkat genotipik namun juga pada tingkat fenotipik. Mengintegrasikan data fenotipik dan genotipik yang dijembatani oleh tools bioinformatika merupakan tantangan riset untuk lima tahun ke depan dalam rangka lebih mempercepat lagi program pemuliaan tanaman.
Referensi
1. Hu H, Scheben A, Edwards D. Advances in Integrating Genomics and Bioinformatics in the Plant Breeding Pipeline. Agriculture. 2018;8(6):75.
2. Mousavi-Derazmahalleh M, Bayer Philipp E, Hane James K, Valliyodan B, Nguyen Henry T, Nelson Matthew N, et al. Adapting legume crops to climate change using genomic approaches. Plant, Cell & Environment. 2018;0(0).
3. Dwivedi SL, Scheben A, Edwards D, Spillane C, Ortiz R. Assessing and Exploiting Functional Diversity in Germplasm Pools to Enhance Abiotic Stress Adaptation and Yield in Cereals and Food Legumes. Frontiers in Plant Science. 2017;8(1461).
4. Bolger ME, Weisshaar B, Scholz U, Stein N, Usadel B, Mayer KFX. Plant genome sequencing — applications for crop improvement. Current Opinion in Biotechnology. 2014;26(0):31-7.
5. Moore JH, Asselbergs FW, Williams SM. Bioinformatics challenges for genome-wide association studies. Bioinformatics. 2010;26(4):445-55.
6. Lawrence M, Huber W, Pagès H, Aboyoun P, Carlson M, Gentleman R, et al. Software for Computing and Annotating Genomic Ranges. PLOS Computational Biology. 2013;9(8):e1003118.
7. Pabinger S, Dander A, Fischer M, Snajder R, Sperk M, Efremova M, et al. A survey of tools for variant analysis of next-generation genome sequencing data. Brief Bioinform. 2014;15(2):256-78.
8. Ong Q, Nguyen P, Thao NP, Le L. Bioinformatics Approach in Plant Genomic Research. Current Genomics. 2016;17(4):368-78.
9. Van Bel M, Diels T, Vancaester E, Kreft L, Botzki A, Van de Peer Y, et al. PLAZA 4.0: an integrative resource for functional, evolutionary and comparative plant genomics. Nucleic Acids Research. 2018;46(D1):D1190-D6.
10. Moose SP, Mumm RH. Molecular Plant Breeding as the Foundation for 21st Century Crop Improvement. Plant Physiology. 2008;147(3):969-77.
No comments:
Post a Comment