Thursday, 05 July 2018 09:08 | Written by Dr. Riza Arief
Putranto, D.E.A & Muhammad Eko Riyo Bayu Prasetyo, SP |
Tahukah
anda bahwa teknik biologi sintetis sebagian besar berpondasi pada konstruksi
DNA sintetik? Satu dekade terakhir, biologi sintetis telah berhasil
mengembangkan modul CRISPR/Cas9 yang dimanfaatkan untuk rekayasa genetika tanpa
menghasilkan organisme transgenik. Biologi sintetis telah mempermudah dan
mendorong penggunaan teknologi CRISPR. Setelah CRISPR, akankah biologi sintetis
memunculkan fenomena baru?
Biologi
sintetis merupakan perpanjangan tangan dari teknologi DNA rekombinan (rDNA)
atau rekayasa genetika sejak tahun 1970-an. Sebagaimana kita tahu, terobosan
teknologi rDNA pada masa itu diawali dengan komersialisasi biosintesis dari
insulin untuk manusia pada awal tahun 1980-an. Pada masa sekarang ini,
kebutuhan produk atau industri untuk kepentingan manusia memerlukan pendekatan
multidisipliner. Hal tersebut dimiliki oleh biologi sintetis yang secara
fungsional merupakan gabungan dari ilmu biologi, kimia, teknik listrik,
matematika dan biofisika. Dalam cakupan yang lebih teknis, biologi sintetis
mencakup rekayasa genetika, produksi protein, rekayasa metabolism, sintesis
DNA, desain berbasis komputer, sistem biologis, bioinformatika dan
biokimia in vitro [1]. Berbagai area bidang keilmuan dari
biologi sintetis tersebut telah diaplikasikan secara jelas di industri berbasis
bioteknologi dan biomanufaktur untuk produksi bahan kimia, enzim, biofuel
berbasis fermentasi, produk hayati, produk obat, proteksi tanaman, protein
rekombinan, dan sebagainya [2].
Tahukah
anda bahwa teknik biologi sintetis sebagian besar berpondasi pada konstruksi
DNA sintetik? Konstruksi sintetik tersebut memiliki skala yang sangat luas,
mulai dari regulasi sederhana dari gen, regulasi metabolisme, desain
plasmid/kromosom artifisial hingga regulasi total dari genom organisme tertentu
[3]. Produksi insulin pada tahun 1970-an memerlukan usaha yang cukup rumit
untuk merancang plasmid pembawa gen insulin, menginsersikan ke dalam sel bakteri
dan mengekspresikan proteinnya untuk dipanen. Pada masa kini, komponen-komponen
dari proses produksi tersebut dapat dikembangkan dengan relatif lebih mudah dan
telah menjadi komoditas bisnis dari beberapa perusahaan berbasis bioteknologi
di dunia. Riset masa kini tidak perlu lagi merancang konstruk plasmid dari awal
(analisis sekuen, perancangan berbasis bioinformatika hingga sintesis berbasis
kloning). Riset masa kini dapat diidentikkan dengan “bricking” (istilah
yang bermakna menyusun puzzle untuk lebih cepat mencapai
hasil) yang didukung oleh ketersediaan bioblocks (bagian-bagian atau spare
part yang dibutuhkan untuk riset).
Satu
dekade terakhir, biologi sintetis telah berhasil mengembangkan modul
CRISPR/Cas9 (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats/Cas9)
yang dimanfaatkan untuk rekayasa genetika tanpa menghasilkan organisme
transgenik. Sistem modul CRISPR/Cas9 sendiri terdiri dari single guide
RNA (sgRNA) yang akan membawa protein nuklease CRISPR yang akan
menarget daerah spesifik di dalam genom dan memotong utas ganda DNA. Proses
tersebut pada akhirnya akan memunculkan mutasi spesifik yang diinginkan.
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana modul/plasmid tersebut akurat dan
efektif ketika diaplikasikan ke dalam sel organisme target. Sebanyak lebih dari
8000 publikasi internasional terkait CRISPR/Cas9 dalam kurun waktu tahun
2008-2017 telah membuktikan efektivitas dan kemudahan penggunaan dari modul
tersebut [4].
Dalam
kurun waktu lima tahun terakhir, sebuah organisasi non-profit yang pada awalnya
bertujuan untuk diseminasi materi biologis, yaitu AddGene, telah berperan
krusial dalam demokratisasi teknologi CRISPR. Per Januari 2018, Addgene telah
mendistribusikan lebih dari 100.000 plasmid CRISPR ke 3.400 laboratorium di
seluruh dunia. Sebaliknya, lebih dari 6.300 plasmid CRISPR yang dikembangkan
dan dimodifikasi dari lebih 330 laboratorium akademis telah didepositkan ke
koleksi Addgene. Sebagai tambahan, pengunjung pada situs internet Addgene telah
mengunduh lebih dari 30.000 copy dari buku elektronik CRISPR
101 [4]. Data tersebut menunjukkan bahwa teknologi CRISPR sebagai hasil dari
biologi sintetis telah berhasil merevolusi percepatan riset terkait rekayasa
genetika di berbagai bidang (pertanian, perkebunan, dan kesehatan).
Di
Indonesia, riset-riset terkait teknologi CRISPR masih berada pada tahap
fundamental. Beberapa institusi riset nasional dan swasta telah memulai
menggunakan teknologi tersebut dalam sintesis obat dan pemuliaan tanaman.
Biologi sintetis telah mempermudah dan mendorong penggunaan teknologi CRISPR.
Setelah CRISPR, akankah biologi sintetis memunculkan fenomena baru?
Referensi
1. Voigt
CA. Synthetic biology. ACS Synth Biol. 2012;1:1-2.
2. Zhang
Y-HP, Sun J, Ma Y. Biomanufacturing: history and perspective. Journal of industrial
microbiology & biotechnology. 2017;44(4):773-84.
3. Katz
L, Chen YY, Gonzalez R, Peterson TC, Zhao H, Baltz RH. Synthetic biology
advances and applications in the biotechnology industry: a perspective. Journal
of industrial microbiology & biotechnology. 2018;1:1-13.
4.
LaManna CM, Barrangou R. Enabling the Rise of a CRISPR World. The CRISPR
Journal. 2018;1(3):205-8.
sumber
No comments:
Post a Comment