PROSPEK
BIOETANOL SEBAGAI PENGGANTI MINYAK TANAH
Oleh :
Sri Komarayati 1 & Gusmailina 1
1 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu no. 5, Bogor Telp. (0251) 8633378,
Fax. (0251) 8633414
Diterima : 12 Januari 2010 ; Disetujui : 10 Maret 2010
ABSTRAK
Bioetanol (C2H5OH)
merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi primadona untuk
menggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat,
selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui. Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan,
penggunaannya sebagai campuran BBM terbukti dapat mengurangi emisi karbon
monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Saat ini bioethanol juga bisa
dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat, pembuatannya dapat
dilakukan di rumah dengan mudah, sehingga lebih ekonomis dibandingkan
menggunakan minyak tanah. Dengan demikian bisnis bioetanol di Indonesia
mempunyai prospek yang cerah karena bahan baku melimpah, baik singkong,
tebu, aren, jagung, maupun hasil samping
pabrik gula (molases). Dari sektor kehutanan bioetanol dapat dihasilkan dari
sagu, nipah, dan aren. Tulisan ini mencoba menguraikan secara global tentang
prospek beberapa komoditi sebagai sumber bioetanol untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai pengganti minyak tanah.
Kata
kunci : Bioetanol, energi, alternatif,minyak bumi, minyak tanah, prospek
I. PENDAHULUAN
A. Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH)
merupakan salah satu biofuel yang
hadir sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya
yang terbarukan. Merupakan bahan bakar alternatif
yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu
menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan
bakar fosil seperti minyak tanah (Anonim, 2007a). Bioetanol dapat diproduksi
dari berbagai bahan baku yang banyak terdapat di Indonesia, sehingga sangat potensial
untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol
antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira,
aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi
jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu). Banyaknya variasi tumbuhan, menyebabkan pihak pengguna
akan lebih leluasa memilih jenis yang sesuai dengan kondisi tanah yang ada.
Sebagai contoh ubi kayu dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, memiliki daya
tahan yang tinggi terhadap penyakit dan dapat diatur waktu panennya, namun
kadar patinya hanya 30 persen, lebih rendah dibandingkan dengan jagung (70
persen) dan tebu (55 persen) sehingga bioetanol yang dihasilkan jumlahnya pun
lebih sedikit (Anonim, 2008 b). Di sektor kehutanan bioetanol dapat diproduksi
dari sagu, siwalan dan nipah serta kayu atau
limbah kayu.