Kitosan merupakan senyawa polimer dari
2-amino-dioksi-β-D-Glukosa yang dapat dihasilkan gugus asetilnya dengan
menggunakan basa pekat (Peniston dan Johnson, 1980). Secara umum, kitin dengan
derajat deasetilasi di atas 70% disebut dengan kitosan (Lie et al.,
1997). Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati
kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin
ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda
sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari
kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan
pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi.
Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster,
kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini
diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang. Dalam industri
pangan, kitin dan kitosan bermanfaat sebagai pengawet dan penstabil warna
produk. Secara kimia kitin adalah molekul besar (polimer).
Saat ini kitosan mempunyai banyak sekali kegunaan,
antara lain dalam bidang kesehatan, pengolahan air, membran, hydrogel, perekat,
antioksidan, dan pengemas makanan. Kitosan tidak larut dalam air tetapi larut
dalam pelarut asam organic di bawah pH 6 antara lain asam formiat, asam asetat,
dan asam laktat. Kelarutan kitosan dalam pelarut asam anorganik sangat
terbatas, antara lain sedikit larut dalam larutan HCl 1% tetapi tidak larut
dalam asam sulfat dan asam phospat (Nadarajah, 2005). Struktur kimia kitin dan
kitosan dapat dilihat pada gambar 1 (Hargano dkk., 2008).
(Gambar 1. Kitin
dan Kitosan)
Menurut Sahidi et al (1999), Kitosan adalah suatupolisakarida berbentuk linier yang terdiri dari monomer N-asetilglukosamin
(GlcNAc) dan D-glukosamin (GlcN). Bentukan derivatif deasetilasi dari polimer ini adalah
kitin. Kitin adalah jenis polisakarida terbanyak ke dua di
bumi setelah selulosa dan dapat ditemukan pada eksoskeleton invertebrata dan beberapa fungi pada
dinding selnya. Kitosan memiliki bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang
banyak bagi pangan, agrikultur, dan medis. Namun, untuk melarutkan kitosan ini cukup sulit
karena kitosan dapat larutapabila dilarutkan pada asam dan viskositas yang tinggi.
Proses deasetilasi kitin dapat dilakukan dengan cara
kimiawi atau enzimatik. Ternyata penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan
kelarutannya, sehingga kitosan lebih banyak digunakan daripada kitin, antara
lain di industri kertas, pangan, farmasi, fotografi, kosmetika. Selain itu
kitosan juga bersifat nontoksik, biokompatibel, dan biodegradabel
sehingga aman digunakan. Perkembangan penggunaan kitosan meningkat pada
tahun 1940-an terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai
industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus
seperti farmasi, kesehatan, bidang industri antara lain industri membran,
biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri,
industri perkayuan, polimer, dan industri kertas (Sugita, P. 2009).
B. Pemanfaatan Kitosan
Salah satu pemanfaatan dari kitosan baru dapat dilihat
setelah dipecah dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu : oligomerkitosan. Proses pemecahan kitosan dapat dilakukan
dengan beberapa metode, seperti radiasi suara dan hidrolisis secara
kimiawi. Namun, yield dari hasil pemotongan tersebut sangat rendah apabila
menggunakan metode di atas karena pemotongan bersifar acak sehingga hasil
bentukan oligomernya jadi tidak seragam. Oleh karena itu, metode yang lebih
sering digunakan adalah metode enzimatik karena enzim bekerja
secara spesifik dan tentunya hasil pemotongannya juga akan
seragam (Cheng and Li., 2000). Contoh enzim yang sering digunakan adalah kitosanase dan beberapa selulase yang
diisolasi dari fungi (Barret et al., 2003).
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur
lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir
pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan
juga dapat disemprotkan langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat
mengikat air dan lemak. Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam
seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada
buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan mempunyai sifat polikationik,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal (Areef, 2015).
C. Metode Pembuatan Kitosan
Metode pembuatan kitosan terdiri dari tiga langkah
utama, yaitu deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Proses
deproteinasi bertujuan mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan
alkali encer dan pemanasan yang cukup. Proses demineralisasi dimaksudkan untuk
mengurangi kadar mineral (CaCO3) dengan menggunakan asam konsentrasi rendah
untuk mendapatkan chitin, sedangkan proses deasetilasi bertujuan menghilangkan
gugus asetil dari chitin melalui pemanasan dalam larutan alkali kuat dengan
konsentrasi tinggi (Yunizal (2001). Proses deasetilasi dengan menggunakan
alkali pada suhu tinggi akan menyebabkan terlepasnya gugus asetil (CH3CHO-)
dari molekul chitin. Gugus amida pada kitin akan berikatan dengan gugus
hidrogen yang bermuatan positif sehingga membentuk gugus amina bebas –NH2
(Mekawati dkk., 2000). Dengan adanya gugus ini chitosan dapat mengadsorpsi ion
logam dengan membentuk senyawa kompleks (khelat). Tahap dekolorisasi dapat
ditambahkan agar kitosan yang dihasilkan mempunyai warna yang lebih putih.
Kitosan juga memiliki kaitan nanopartikel. Kitosan
nanopartikel adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran 100-400 nm.
Sekarang ini, kebanyakan dari metode untuk menyiapkan kitosan nanopartikel
melibatkan reaksi ikatan silang. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah
untuk memperoleh larutan kitosan untuk mendepositkan kitosan dengan larutan
bersifat alkali dan dibilas dengan air suling sampai netral kemudian
ditempatkan dalam bejana ultrasonik untuk membentuk partikel halus, sehingga
diperoleh kitosan nanopartikel. Kitosan nanopartikel stabil dilarutkan
mengandung air dan untuk menganalisanya dengan menggunakan FTIR dan
FESEM. Ukuran partikel kitosan yang berskala nanometer akan meningkatkan luas
permukaan sampai ratusan kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran
mikrometer. Hal ini akan meningkatkan efisiensi proses fisika-kimia pada
permukaan kitosan tersebut, karena memungkinkan interaksi pada permukaan yang
lebih besar. Kitosan nanopartikel
dapat dibuat dengan beberapa metode meliputi crosslink dengan:
ion-ion TPP (Mi et al., 1999a; Mi et al., 1999b;
Bhumkar dan Pokharkar, 2006; Jayakumar et al., 2006), ethylene glycol
diglycidyl ether,carboxymethyl dan glutaraldehyde (Sun
et al., 2006),epiclorohydrin (Goncalves et al., 2005)
dan glutaraldehyde(Goncalves et al., 2005;
Adriano et al., 2005).
D. Keuntungan Kitosan
Keuntungan dari khitosan antara lain karena
ketersediaannya, biaya yang tidak mahal, biokompatibilitas yang tidak tinggi,
biodegrabilitas yang baik, dan modifikasi kimia yang cukup mudah. Sifat
biokompatibilitas yang dimilki khitosan disebabkan karena strukturnya yang
mirip dengan glukosamin pada matriks ekstra selular. Chitosan memiliki muatan
ion positif, dimana kemampuan ini memiliki kemampuan untuk berlekatan dengan
muatan negative dari lemak, lipid, kolesterol, ion logam, proterin, danmacromolecules.
Kitosan sendiri tidak mengandung kalori.
Ketika diminum, chitosan melekatkan diri pada usus, dan mengikat lemak yang
lewat di dalam usus sebelum diserap oleh darah dan akan dibuang melalui saluran
pencernaan. Dengan kata lain, chitosan mampu mengurangi penyerapan lemak,
selain itu olahan chitosan juga dapat dikembangkan untuk biomedis, chitosan
digunakan pada pembalut luka untuk pembekuan darah yang memiliki sifat
antibakteri dan mikroba. Maka tidak mengherankan jika sekarang banyak produk
chitosan yang digunakan untuk kesehatan (Hardjito, 2009).
Karena chitosan
terbuat dari ekstrak kulit udang atau sejenisnya dan memiliki kemampuan
sebagai suplemen pembakar lemak (fat burner) sehingga sangat baik untuk
dikonsumsi setelah makan agar pengkonsumsi chitosan ini terhindar dari obesitas
disebabkan banyaknya tumpukan lemak. Selain itu, bubuk chitosan juga mempunyai
kemapuan koagulasi, misalnya apabila apabila bubuk tersebut dimasukan kedalam
gelas berisi air dan minyak sawit, maka minyak tersebut akan terkoagulasi
menjadi gumpalan-gumpalan. Disamping kemampuan tersebut, chitosan juga
berfungsi sebagai antimikroba.
Dari
keunggulan-keunggulan chitosan tersebut maka perkembangan dari produk
olahan chitosan perlu untuk terus dilakukann, sehingga menjadi produk yang
lebih mudah digunakan dan memiliki manfaat yang lebih bagi manusia, khususnya
dalam bidang kesehatan, misalnya sebagai bahan suplemen bagi manusia, karena
bahan suplemen makanan saat ini banyak yang membahayakan bagi tubuh manusia
karena zat kimia yang terkandung dalam obat-obatan suplemen tersebut terus akan
terendap dalam tubuh manusia sehingga akan berdampak pada kestabilan fungsi
organ tubuh yang terganggu dan berimplikasi pada lemahnya daya tahan tubuh
karena kondisi ketidakseimbangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adriano, W. S., E. H. C.Filho, J. A. Silva, R. L. C.
Giordano, dan L. R. B.Goncalves, 2005, Stabilization of Penicillin G Acylase By
Immobilization On Glutaldehyde-Activated Chitosan, Braz. J. Chem. Eng. 22
(4):529- 538.
Areef. 2015. Manfaat Chitosan.https://dokumen.tips/documents/manfaat-chitosan.html.[diakses pada 48 Desember 2017. Pukul 11.16 WIB].
Barrett AJ, Rawlings ND, Woessner JF. 2003. The
Handbook of Proteolytic Enzymes. Ed ke-2. New York: Academic Press.
Hal. 56-61.
Bhumkar, D. R. dan V. B.Pokharkar, 2006, Studies on
Effect of pH on Cross-Linking of Chitosan With Sodium Tripolyphosphate: a
technical note, AAPS PharmSciTech. 7 (2): Article 50.
Cheng CY and Li YK. 2000. An Aspergillus
chitosanase with potential for large scale preparation of chitosan
oligosaccharides.Biotechnol Appl Biochem. 32:197-203.
Hargano, A. dan Sumantri I. 2008. Pembuatan Kitosn
dari Limbah Cangkang Idag Seta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak
Kambing. Reaktor. 12(1): 53-57.
Goncalves, V. L., M. C. M. Laranjeira, V. T Favere,
dan R. C. Pedrosa, 2005, Effect of Crosslinking Agents on Chitosan Microspheres
in Controlled Release of Diclofenac Sodium, Polimeros: Ciênc. Tecnol., 15,
6-12.
Jayakumar, R., R. L. Reis, dan J. F. Mano, 2006,
Phosphorous Containing Chitosan Beads for Controlled Oral Drug Delivery.J.
Bioact. Compat. Polym.21, 327.
Li, J., Revol, J. F and Marchessault, R. H. 1997.
Effect Of Degree of Deacetylation of Chitin on The Properties of Chitin
Crystallies. J. Appl. Plym. Science. 65(2):373-380.
Mekawati, E. Fachriyah dan D. Sumardjo.2000, “Aplikasi
Chitosan Hasil tranformasi Chitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk
Adsorpsi Ion Logam Timbal”. Jurnal Sains and Matematika, FMIPA Undip, Semarang,
Vol. 8 (2), hal. 51-54.
Mi, F.L., S. S. Shyu, C.Y. Kuan, S.T. Lee, K.T. Lu,
dan S.F. Jang, 1999a, Chitosan–Polyelectrolyte Complexation For The Preparation
of Gel Beads and Controlled Release of Anticancer Drug. I. Effect of
Phosphorous Polyelectrolyte Complex and Enzymatic Hydrolysis of Polymer, J.
Appl. Polym. Sci. 74: 1868–1879.
Mi, F.L., S.S. Shyu, S.T. Lee, dan T.B. Wong, 1999b.
Kinetic Study of Chitosan-Tripolyphosphate Complex Reaction and Acid-Resistive
Properties of The Chitosan-Tripolyphosphate Gel Beads Prepared by In-Liquid
Curing Method. J. Polym. Sci:Polym. Phys. 37. 1551-1564.
Nadarajah, K., 2005. Development and
Characterization of Antimicribial Edible Film from Crawfish Chitosan,
Dessetation in Departement of Food Science. Universitas of Paradeniya.
Peniston, Q. P. and Johnsonm, E. 1980. Process for
The Manufacture of Chitosan. Us Patent. 4. 195-175.
Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor
: IPB Press.
Shahidi F, Arachchi J, Jeon YJ. 1999. Food
applications of chitin and chitosans. Trends Food Sci Technol 10:37-51.
Yunizal. 2001. “Ekstraksi Chitosan dari Kepala Udang
Putih (Penaeus merguensis)”. J. Agric. 21 (3), hal 113-117.
Sun, S., L. Wang, dan A. Wang, 2006, Adsorption
Properties of Crosslinked Carboxymethyl-Chitosan Resin With Pb(II) as Template
Ions, J. Hazard. Mater. B, 36, 930–937.
No comments:
Post a Comment