Meningkatkan mutu genetik sapi lokal
Inseminasi buatan tentu menggunakan spermatozoa dari pejantan unggul. Dengan menginseminasi ternak lokal yang kualitas genetiknya kurang bagus, akan menghasilkan keturunan yang lebih bagus. Apabila IB tersebut dilaksanakan secara meluas, akan dihasilkan ternak unggul dalam jumlah massal.
Mengatasi masalah kekurangan pejantan unggul
Di Indonesia, saat ini kekurangan pejantan yang memiliki kualitas atau mutu genetik tinggi. Dengan inseminasi buatan, akan mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini karena tidak perlu membawa pejantan unggul ke kandang betina, cukup semen beku yang akan diinseminasikan oleh inseminator. Dalam perkawinan alami, satu kali ejakulasi sapi jantan hanya untuk satu ekor sapi betina. Berbeda dengan penerapan IB, satu kali ejakulasi dapat dibuat sampai 500 dosis straw. Artinya, satu ejakulasi dapat mengawini 500 betina. Selain itu, peternak yang hanya memiliki sapi betina tetap bisa mempunyai keturunan/anak sapi dari sapi betina yang dipeliharanya tanpa memelihara sapi jantan
Mengatur jarak kebuntingan ternak
Di beberapa peternak, sering terjadi kelahiran saat pakan sangat terbatas sehingga mengakibatkan ternak kurus dan mudah terserang penyakit. Akibatnya, tingkat kematian anak sangat tinggi. Dengan inseminasi, kebuntingan dan kelahiran anak dapat diatur sehingga anak yang lahir dapat diatur saat kondisi pakan tersedia.
Mengurangi penyebaran penyakit kelamin
Pejantan unggul tentu berasal dari ternak sehat dengan kesehatan reproduksinya terjamin. Dengan demikian, spermatozoa yang ditampung untuk diinseminasikan ke ternak betina dipastikan bebas dari penyakit. Lain halnya dengan kawin alam. Ternak pejantan bebas berkeliaran yang kemungkinan memiliki penyakit kelamin bawaan.
Peternak bisa memilih jenis keturunan
Khusus ternak besar, seperti sapi, kuda, dan kerbau, petani dapat memilih jenis spermatozoa beku sesuai dengan keinginan. Misalnya, peternak yang memiliki sapi betina lokal jenis bali atau PO menginginkan anak sapi keturunan sapi besar sehingga dapat menggunakan spermatozoa beku dari simental atau limousin.
Peternak juga dapat memilih jenis kelamin anak
Tidak sedikit dijumpai peternak sapi perah, misalnya, lebih banyak melahirkan anak sapi jantan. Padahal, peternak sapi perah tentu mengharapkan kelahiran anak sapi betina agar mampu memproduksi susu yang banyak. Akibatnya, anak sapi jantan tersebut dijual sebagai ternak potong. Sementara itu, peternak sapi potong mengharapkan anak yang lahir berupa jantan agar dapat memproduksi daging yang banyak.
Dengan perkembangan teknologi IB, peternak dapat memilih jenis kelamin anak. Penentuan jenis kelamin anak telah dapat dilaksanakan melalui teknologi IB menggunakan sperma sexing atau spermatozoa yang telah dipisahkan antara spermatozoa yang membawa kromosom X (spermatozoa betina) dan spermatozoa yang membawa kromosom Y (spermatozoa jantan). Penggunaan teknologi pemisahan spermatozoa sapi saat ini memiliki dampak yang lebih baik dalam produksi bibit sapi sehingga diperoleh anak berjenis kelamin sesuai dengan yang diharapkan. Di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Hewan, Puslit Bioteknologi-LIPI telah diproduksi secara rutin spermatozoa beku hasil pemisahan. Hasil uji coba di lapangan, IB dengan spermatozoa beku hasil pemisahan diperoleh ratusan kelahiran anak sapi dengan S/C = 1,37 dan tingkat kelahiran anak dengan jenis kelamin sesuai harapan sebesar 81% (S. Said, dkk. 2005). Selain sangat strategis untuk peternakan ternak potong dan ternak perah, teknologi ini dapat digunakan untuk menentukan struktur populasi, misalnya 20% jantan, 80% betina dalam suatu kawasan.
Mencegah terjadinya kawin sedarah (inbreeding)
Perkawinan sedarah berpeluang munculnya sifat jelek pada turunannya. Dengan teknologi IB yang selektif, inbreeding dapat dihindari karena spermatozoa yang digunakan tidak memiliki hubungan keluarga dengan ternak betina. Selain itu, berdasarkan pedoman optimalisasi IB, spermatozoa hanya bisa digunakan selama tiga tahun dalam suatu wilayah tertentu dapat menghindari terjadinya inbreeding.
Semen beku dapat disimpan dalam waktu lama
Selama tersimpan/terendam dengan baik dalam N2 cair, spermatozoa beku dapat tetap bertahan yang disebut dorman. Dengan kondisi itu, memungkinkan dapat menyelamatkan material genetik ternak, khususnya hewan langka.
Menghemat biaya produksi
Tidak diharuskan mencari pejantan
Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
sumber
sumber
No comments:
Post a Comment