Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu rempah yang sangat sering digunakan sebagai bumbu masakan diberbagai belahan dunia, khususnya di wilayah Asia, cabai sering sekali dimanfaatkan sebagai saus karena rasanya yang pedas. rasa pedas dan dapat meningkatkan serela makan
EKSTRAKSI OLEORESIN DARI CABAI KERITING
- Latar Belakang
Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu rempah yang sangat sering digunakan sebagai bumbu masakan diberbagai belahan dunia, khususnya di wilayah Asia, cabai sering sekali dimanfaatkan sebagai saus karena rasanya yang pedas. rasa pedas dan dapat meningkatkan serela makan. Selain sebagai bahan pangan, cabai dapat pula dijadikan sebagai baahan baku pembuatan herbal atau obat-obatan alam. Capsaisin adalah zat utama yang mengakibatkan rasa pedas pada cabai. Capsaisin yang telah diekstraksi dari cabai akan diperoleh dalam bentuk oleoresin. Oleoresin adalah suatu ekstrak berbentuk gel atau pasta yang memiliki kandungan utama dari bahan yang diekstrak. Selain digunakan sebagai bahan pangan yaitu sebagai flavour, oleoresin capsaicin juga dapat dimanfaatkan dibidang farmasi dalam pembuatan berbagai obat-obatan. Penggunaan oleoresin dapat mengurangi biaya transportasi karena volum per satuan berat akan berkurang dan penyimpanannya lebih mudah.
Oleoresin adalah bahan yang dihasilkan oleh ekstraksi solven dari herbal dan rempah dengan cara pemindahan solvent pada bahan. Proses ekstraksi dengan menggunakan solven telah banyak dikembangkan menjadi berbagai metode, baik dengan metode soxhlet, maserasi atau perkolasi. Dalam proses Ekstraksi oleoresin perlu dipahami berbagai factor yang mempengaruhi banyaknya rendemen dan kualitas rendemen yang dihasilkan.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi ini diantaranya, cabai merah keriting, pelarut etanol 95%, pisau, talenan, baskom, loyang, oven, grinder, pengayak 60 mesh, labu leher tiga, kondensor, hot plate stirrer, labu lemak, labu duran, rotary evaporator, dan saringan vacuum.
Prosedur Kerja
Dalam praktikum ekstraksi ini prosedur kerja yang digunakan mengacu pada prosedur kerja ekstraksi oleoresin yang dilakukan oleh Setyaningrum (2013). Pertama bahan (cabai merah keriting) disiapkan sebanyak 1000 g atau 1 kg, cabai segar dipisahkan dari benda asing yang tercampur dan dipisahkan antara tangkai dan buahnya. Kemudian cabai diperkecil ukurannya lalu dicuci hingga bersih dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan pada pada oven di suhu 50̊C selama 6 jam hingga kadar airnya 8-10%. Cabai yang telah kering digiling dengan menggunakan grinder, kemudian diayak hingga diperoleh bubuk cabai berukuran 60 mesh. Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi. Sebanyak 100 gram bahan dimasukkan kedalam erlenmeyer 2000 ml. Kedalam erlenmeyer dimasukan pelarut etanol sebanyak 500 ml. Pengadukan dilakukan menggunakan hot plate stirer dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan hot plate dengan suhu 50̊C. Ekstraksi dilakukan selama 4 jam. Selanjutnya, larutan hasil ekstraksi dipisahkan antara ampas dan filtratnya dengan menggunakan penyaring vakum. Filtrat yang diperoleh kemudian dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 70̊C hingga terbentuk oleoresin yang pekat.
Pembahasan
Pada ekstraksi oleoresin cabai merah keriting ini dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk mendapatkan cabai merah keriting yang baik sebelum dilakukannya ekstraksi. Pemilihan cabai merah keriting yang matang dan memiliki warna merah ini akan mempengaruhi hasil ekstraksi, karena penggunaan cabai merah keriting yang matang fisiologis (ripening) lebih banyak mengeluarkan oleoresin saat ekstrasi namun bila bahan cabai merah keriting itu sudah melampaui kematangannya (senescene), oleoresin yang didapat juga akan menurun, hal ini sejalan dengan laju respirasi dari cabai.
Setelah sortasi dan pengecilan ukuran dilakukan, lalu dilakukan pengeringan pada bahan cabai merah kering selama 6 jam dengan suhu 50̊C. Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam bahan agar ekstraksi yang dilakukan lebih efisien, karena jika kadar air pada bahan masih cukup besar maka akan mempengaruhi ekstraksi. Hal ini disebabkan karena kebanyakan komponen dalam oleoresin tidak larut dalam air, dan keberadaan air bebas dalam sel akan menghambat proses difusi solven kedalam bahan.
Penghalusan menggunakan grinder dengan tujuan untuk meningkatkan luas permukaan, penghalusan dilakukan sebaiknya dengan adanya pendingin, untuk mencegah bahan yang volatile menguap, karena penguapan bahan volatile ini dapat menurunkan kualitas dari oleoresin yang dihasilkan. Penghalusan juga meningkatkan luas permukaan yang dapat meningkatkan efisiensi dari proses ekstraksi, karena pelarut akan lebih mudah masuk kedalam bahan dan melarutkan komponen-komponen yang diinginkan, sehingga rendemen yang dihasilkan dapat lebih maksimal.
Pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol 95%. Etanol merupakan pelarut yang bersifat semi polar, yang dapat melarutkan senyawa polar maupun non polar. Itu sebabnya etanol juga bisa bercampur dengan air. Kepolaran dari etanol disebabkan adanya gugus –OH yang bersifat polar, sementara gugus etil (CH3CH2-) merupakan gugus non polar. Dengan rantai karbon yang pendek menyebabkan etanol akan bersifat semi polar.
Etanol memiliki sifat selektivitas yang tinggi (pelarut selektif) terhadap reaksi dan sebagainya. Pemilihan etanol sebagai pelarut didasarkan beberapa pertimbangan diantaranya selektivitas, kelarutan, kerapatan, reaktivitas, dan titik didih. Etanol memiliki beberapa keunggulan sebagai pelarut yakni memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar, beda kerapatan yang signifikan sehingga mudah memisahkan zat yang akan dilarutkan. Etanol tidak bersifat racun, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak korosif, dan mudah didapatkan (Handoko : 1995).
Pemakaian etanol sebagai bahan pelarut karena etanol dapat larut dalam air dan dapat juga larut pada bahan organik lainnya sehingga dapat memudahkan proses ekstraksi pada cabe ini. etanol juga adalah bahan pelarut organik yang mudah menguap sehingga dapat memudahakan proses ekstraksi. Ini yang dipaparkan oleh Moestafa (1981) yaitu ekstraksi oleoresin sebaiknya menggunakan pelarut organik yang mudah menguap. European Medicines Agency (2009) menyebutkan, capsaicin larut bebas dalam aseton, asetonitril, diklorometana, etanol, etil asetat, methanol, 2-propanol dan metal atil. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam ekstraksi oleoresin adalah pemilihan pelarut. Pelarut yang dapat digunakan adalah yang tidak berbahaya dan bersifat racun (Komara 1991).
Menurut Ravindarn et al. (2007), pada dasarnya ektraksi oleoresin terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah proses kontak bahan baku dengan pelarut sehingga terjadi perpindahan komponen aktif dari bahan baku kedalam pelarut. Tahap selanjutnya adalah pemisahan larutan dengan bahan baku, sehingga dihasilkan larutan ekstrak dan ampas. Tahap terakhir adalah proses distilsi pelarut, sehingga menjadi oleoresin.
Pada saat ekstrasi cabai ini, terjadi pemisahan pelarut dari oleoresin yang dilakukan berdasarkan titik didih atara dua bahan yaitu cabai dan pelarut. Titik didih suatu larutan akan turun apabila kedalam sistem tersebut tekanan diperkecil. Setelah dilakukannya pemisahan antara oleoresin dan pelarut, kita akan mendapatkan komposisi oleoresin, menurut Ferrel (1985), Komposisi bahan yang terlarut dalam oleoresin berbeda tergantung jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi dan tergantung jenis bahan yang diekstrak. Sehingga oleoresini ini memiliki rendemen sebesar 49,5%.
Adanya sisa pelarut dalam jumlah tinggi akan berpengaruh pada flavor serta aroma oleoresin yang dihasilkan serta menurunkan mutu oleoresin tersebut. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk menurunkan kandungan sisa pelarut oleoresin adalah dengan melewatkan gas nitrogen yang akan mengikat etanol yang tersisa dalam sampel oleoresin (Dewi : 2012).
Pada proses desolvenisasi, solven dipisahkan dari oleoresin dengan menggunakan rotary evaporator, berdasarkan perbedaan titik didih, karena titik didih pelarut etanol lebih rendah dari titik didih komponen oleoresin. pada proses ini tekanan dipertahankan dalam keadaan vacuum dan dengan suhu yang rendah (dibawah titik didih air, dan dibawah titik didih komponen dalam oleoresin, namun diatas titik didih etanol), hal ini bertujuan untuk mencegah menguapnya komponen volatile dalam oleoresin seperti karoten.
Jika oleoresin sudah tidak mengandung zat volatile yang diinginkan, hal ini kemungkinan karena pada proses desolvenisasi telah menghilangkan semua senyawa volatile. Pelarut oleoresin melewati rotary evaporator yang diberi penangas air bisa digunakan untuk memisahkan semua pelarut serta komponen lain yang akan menguap. Dalam banyak oleoresin, komponen volatil seperti terpen berkontribusi sangat penting dalam profil dari flavornya (Guzinski, 2006). Kehilangannya selama desolvenisasi akan menurunkan kualitas dari produk.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi T, Khasanah L, Kawiji. 2012. Optimasi Ekstraksi Oleoresin Cabai Rawit Hijau (Capsicum frutescens L.) [thesis]. Solo (ID) : Universitas Sebelas Maret
Dono & Sujana, (2007). Aktivitas Insektisida Ekstrak Baringtonia asiatica terhadp larva Crocidolomia pavonana dan fitotoksitasnya pada tanaman sawi. Disampaikan pada Simposium Nasional PEI, Sukamandi 10-11 April 2007.
European Medicines Agency. 2009. CHMP Asswssment Report For Qutenza Capsaicin. www.ema.europa.eu.
Ferrel, Kenneth T. 1985. Spices, Condiments, and Seasoning. Van Nostrand Reinhold, New York
Final prajnanta, (1995). agribisnis cabai hibrida. bekasi: penebarswadaya.
Guzinski, James (1996). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products—fifth edition volume 1 edible oil and fat products: general application. New York: A Wiley-Interscience Publication.
Komara, Ahmad. 1991.Mempelajari Ekstraksi Oleoresin dan Karakteristik Mutu Oleoresin dari Bagian Cabai Rawit. [Skripsi]. Bogor (ID) : IPB
Kurniati, (2013). Jenis_Jenis Cabai (Capsicum frutescens). Tersedia di e-journal.uajy.ac.id/4833/3/2BL01077. Diakses pada 25 Mei 2015.
Moestafa. 1981. Aspek Teknis Pengolahan Rempah-Rempah Menjadi Oleoresin dan Minyak Rempah-Rempah. Balai Besar Hasil Pertanian, Bogor
Ravindran, P. N, Babu, K. Nirmal, dam Sivarman, K. 2007. Turmeric: The Genus Curcuma. CRC Press, New York.
Setyaningrum, Laras Wahyu (2013). Ekstraksi Oleoresin Capsaicin Dari Cabai Merah, Cabai Keriting, Dan Cabai Rawit. Skripsi. Bogor: IPB.
Suharja, (2009). Biomassa, kandungan klorofil dan nitrogen daun dua varietas cabai (capsium annum L) pada berbagai perlakuan pemupukan. Tesis. Surakarta.
sumber
sumber
No comments:
Post a Comment